Minggu, 21 Juni 2015

Alat Peraga Fase Bulan Bikin Ketagihan Belajar IPA

Menjelaskan proses fase bulan menjadi tantangan tersendiri untuk Pak Siswanto. Beliau harus menugaskan siswa untuk melakukan pengamatan terjadinya fase bulan selama satu bulan. Namun dengan alat peraga murah (APM) fase bulan, Pak  Siswanto dapat menjelaskannya dengan lebih cepat dan mudah.
Siswa mengamati alat peraga fase bulan dalam bentuk power point
Sebagai guru yang juga mengajarkan IPA, Pak Siswanto, S.Pd beberapa kali bingung menjelaskan materi-materi  IPA ke siswa. Misalnya saja saat terjadinya gerhana matahari, momen tersebut belum tentu ada setiap tahun. “Sebelumnya saya mengajar dengan cara yang sangat konvensional sehingga kadang-kadang beberapa siswa masih terlihat bingung meskipun sudah saya jelaskan dengan gambar,” ungkap guru yang mengajar kelas IV di SDN Kutorejo III, Kertosono-Nganjuk Jatim.
Tahun 2007 beliau terpilih sebagai Pemandu Bidang Studi (PBS) IPA dan mengikuti pelatihan ToT Pembekalan Pemandu dan MTT tentang active learning. Pak Siswanto benar-benar mendapatkan pencerahan tentang model pembelajaran yang selama ini beliau cari.
“Saya sangat terbantu dengan pelatihan ini dan saya seperti mendapatkan pencerahan, terutama materi tentang pembuatan alat peraga murah (APM),” terangnya.
Pulang dari pelatihan, Pak Siswanto pelan-pelan mengubah cara mengajarnya. Termasuk diantaranya beliau giat membuat alat peraga IPA. Salah satu yang menjadi kebanggaannya adalah APM Fase Bulan yang menjelaskan tentang perubahan bulan awal (sabit) hingga bulan penuh (purnama). Dengan memanfaatkan kain hitam, bola dan senter, Pak Siswanto berhasil memberikan penjelasan kepada siswa tentang tahap-tahap terjadinya bulan awal hingga bulan penuh. Menggunakan latar belakang kain hitam, Pak Siswanto menggantungkan bola di depan kain. Kemudian bola tersebut di sorot dengan senter. Dari sana terjadi pantulan-pantulan bayangan bola yang mirip dengan fase bulan awal hingga bulan penuh.
“Siswa sangat antusias mengikuti pembelajaran IPA, padahal sebelumnya siswa menganggap pelajaran IPA sebagai pelajaran yang sulit dan membosankan,” kenangnya.
Pak Siswanto juga membuat beberapa inovasi pembelajaran lainnya, termasuk diantaranya memanfaatkan peralatan ICT di kelas. “Sebelum saya punya laptop, dulu saya paling rajin meminjam peralatan ICT di Pusat Sumber Belajar Gugus. Saya selalu penasaran ingin selalu menemukan hal-hal menarik di internet yang bisa saya kembangkan di kelas saya,” terangnya.
Pak Siswanto mendampingi siswa-siswinya menggunakan alat peraga fase bulan
Setelah pembelajaran, Pak Siswanto kemudian melakukan evaluasi akhir dari pembelajaran yang beliau lakukan. Secara singnifikan nilai anak meningkat 79%. Sebanyak 15 siswa mendapatkan nilai 100, 4 siswa mendapatkan nilai 80 dan hanya 5 siswa mendapatkan nilai 60. Padahal sebelumnya rata-rata siswa yang mendapatkan nilai 100 hanya 1-2 siswa saja sementara sisanya mendapatkan nilai antara 50-70. Hasil ini tentu saja menggembirakan sekolah dan Pak Siswanto. Beliau kemudian selalu berusaha dalam setiap pembelajaran selalu memanfaatkan ICT atau membuat APM agar siswa lebih mudah memahami. Tidak itu saja, siswa menjadi sangat antusias dan ketagihan saat pelajaran IPA tiba. “Saya senang kini antusiasme siswa justru memacu saya untuk lebih kreatif saat mengajar IPA,” terang Pak Siswanto.*
Video penerapan alat peraga fase bulan dapat diikuti pada wapik selanjutnya(Kontributor: WAPIK-Unesa)

Lokasi/alamat pelaksanaan praktik yang baik
:
SDN Kutorejo III, Kertosono-Nganjuk Jatim
Tingkat pendidikan
:
SD/MI
Lingkup pendidikan
:
kelas
Masalah/Latar belakang – Mengapa praktik yang baik ini dianggap penting? Praktik ini dilaksanakan untuk mengatasi masalah apa?
:
  • Guru kesulitan menjelaskan materi-materi IPA yang nyata tetapi jarang terjadi, seperti gerhana bulan atau gerhana matahari
  • Untuk mengamati terjadinya fenomena alam tersebut belum tentu terjadi setahun sekali
  • Sebelumnya guru mengajar dengan cara konvensional (sekadar menjelaskan)
Tujuan praktik yang baik
:
  • Menjelaskan proses fase bulan dengan menggunakan benda nyata
  • Meningkatkan semangat dan prestasi belajar siswa
  • Menghidupkan suasana pembelajaran dengan media
Penjelasan: strategi, proses/langkah kegiatan/sumber atau materi yang dibutuhkan
:
  • Guru menjelaskan secara singkat proses fase bulan dari belum tampak, sabit, hingga purnama
  • Guru mengenalkan dan mempraktikkan alat peraga fase bulan
  • Siswa mengikuti peragaan guru dengan seksama
  • Secara berkelompok, siswa mempraktikkan alat peraga fase bulan
  • Kelompok lain mengamati lewat komputer (secara bergantian dengan yang praktik media)
  • Merefleksi proses pembelajaran
Hasil, dampak atau perubahan dari praktik yang baik
:
  • Prestasi belajar siswa meningkat
  • Antusias siswa dalam pembelajaran meningkat
  • Guru lebih bersemangat mengajar dengan alat peraga
Informasi pelaku dan/kontributor – nama dan alamat
:
Pelaku : Pak Siswanto (Guru IPA kelas IV SDN Kutorejo III, Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur)
Penulis: Dian Kusuma Dewi (USAID Prioritas)
Kontributor: WAPIK-Unesa

MODEL ALAT PERAGA IPA SEDERHANA DARI BAHAN LIMBAH RUMAH TANGGA

Pembuatan alat pernapasan Manusia dari Limbah Rumah tangga.
a. Alat Bahan.1. Botol Air mineral yang besar
2. Pipa Y
3. Balon Karet
4. Karet gelang
5. Sedotan
6. Lem

b. Langkah-langkah kerja.
1. Botol aqua dipotong bagian bawah
2. Pipa Y, kedua ujung atas dihubungkan dengan balon dan diikat dengan karet
3. Pipa Y bagian bawah dihubungankan dengan sedotan.
4. Masukan Pipa Y terbalik kedalam botol aqua dan ujung yang berhubungan dengan sedotan dikeluarkan melalui mulut botol
5. Bagian bawah botol yang terpotong ditutupi dengan balon karet yang telah dipotong kemudian diikat
6. Bagian badan botol yang dipotong-potong disambung dengan potongan balon karet.

Gambar. Model Alat Peraga dari bahan limbah Rumah Tangga.
Fungsi bagian-bagian model alat peraga ini sebagai berikut :
1. Sedotan sebagai tenggorokan
2. Cabang pipa Y sebagai broncus
3. Balon Karet sebagai paru
4. Potongan balon yang diikat pada bagian bawah botol sebagai diafragma
5. Potongan balon karet pada badan botol sebagai otot.
6. Potongan botol pada badan botol sebagai tulang rusuk.
Cara Kerja Model Alat Peraga ini sebagai berikut :
1. Ketika udara ditiupkan melalui ujung sedotan yang keluar dari mulut botol
2. Udara akan berjalan masuk melalui sedotan menuju ke pipa Y
3. Udara dari pipa Y akan masuk kedalam balon karet yang diikatkan pada ujung pipa Y.
4. Kedua balon yang terikat pada pipa Y akan mengembang
5. Potongan balon yang dihubungkan pada bagian bawah botol akan mengembang dan potongan balon yang terdapat pada badan botol juga mengembang sehingga potongan badan botol akan terangkat ke atas.
6. Hal ini merupakan proses Inspirasi pada proses pernapasan manusia.
7. Ketika udara tidak dihembuskan melalui sedotan balon yang berada dalam botol akan mengalami relaksasi. Hal ini menunjukan proses ekspirasi pada proses pernapasan manusia.

Senin, 08 Juni 2015

Kriteria Kelulusan UN Tahun 2015

Berikut Kriteria Kelulusan Ujian berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik, Penyelenggaraan Ujian Nasional, dan Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan Pada SMP/MTs atau Yang Sederajat dan SMA/MA/SMK atau Yang Sederajat.

Download / unduh POS UN Tahun 2015 pada links artikel berikut.
Kriteria kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan dan pencapaian kompetensi lulusan dalam Ujian Nasional (UN) tahun 2015 tercantum dalam pasal 2 sampai dengan pasal 6, berikut kutipan dari Permendikbud No. 5 Tahun 2015 tersebut :


Pasal 2
(1)  Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan setelah:
a.   menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
b.   memperoleh nilai sikap/perilaku minimal baik; dan
c.   lulus Ujian S/M/PK.
(2)  Kelulusan peserta didik dari Ujian S/M sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh satuan pendidikan.
(3)  Kelulusan peserta didik dari Ujian PK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi.
(4)  Kelulusan peserta didik ditetapkan setelah satuan pendidikan menerima hasil UN peserta didik yang bersangkutan.
Pasal 3
(1)  Penyelesaian seluruh program pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, untuk peserta didik:
a.   SMP/MTs dan SMPLB apabila telah menyelesaikan pembelajaran dari kelas VII sampai dengan kelas IX;
b.   SMA/MA/SMAK/SMTK, SMALB, dan SMK/MAK apabila telah menyelesaikan pembelajaran dari kelas X sampai dengan kelas XII;
c.   SMP/MTs dan SMA/MA/SMAK/SMTK yang menerapkan sistem kredit semester (SKS) apabila telah menyelesaikan seluruh mata pelajaran yang dipersyaratkan; dan
d.   Program Paket B/Wustha dan Program Paket C, apabila telah menyelesaikan keseluruhan derajat kompetensi masing-masing jenjang program.
(2)  SMP/MTs dan SMA/MA/SMAK/SMTK yang menerapkan sistem SKS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c harus memiliki izin dari dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota atau kantor wilayah kementerian agama provinsi/kantor kementerian agama kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(3)  Ketentuan keikutsertaan peserta didik dari sekolah penyelenggara sistem SKS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur dalam POS UN.
Pasal 4
(1)  Kriteria kelulusan peserta didik dari Ujian S/M untuk semua mata pelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan perolehan Nilai S/M.
(2)  Kriteria kelulusan peserta didik dari Ujian PK untuk semua mata pelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi berdasarkan perolehan Nilai PK dari PKBM/kelompok belajar pada SKB.
(3)  Kriteria kelulusan peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mencakup minimal rata-rata nilai dan minimal nilai setiap mata pelajaran yang ditetapkan oleh satuan pendidikan.
(4)  Nilai S/M/PK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diperoleh dari gabungan:
a.   Rata-rata nilai rapor dengan bobot 50% (lima puluh persen) sampai dengan 70% (tujuh puluh persen):
1.   semester I sampai dengan semester V atau yang setara pada SMP/MTs, SMPLB, dan Paket B/Wustha;
2.   semester III sampai dengan semester V atau yang setara pada SMA/MA/SMAK/SMTK, SMALB, SMK/MAK, dan Paket C;
3.   semester I sampai dengan semester V atau yang setara bagi SMP/MTs dan SMA/MA/SMAK/SMTK yang menerapkan sistem SKS.
b.   Nilai Ujian S/M/PK dengan bobot 30% sampai dengan 50% (lima puluh persen).
(5)  Total bobot nilai rapor dan nilai Ujian S/M/PK 100% (seratus persen).
(6)  Nilai S/M/PK dilaporkan dalam rentang nilai 0 (nol) sampai dengan 100 (seratus).
Pasal 5
Kelulusan peserta didik dari:
a.   SMP/MTs, SMPLB, SMA/MA/SMAK/SMTK, SMALB, SMK/MAK ditetapkan oleh setiap satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rapat dewan guru.
b.   Program Paket B/Wustha dan Program Paket C ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota melalui rapat pleno dengan melibatkan perwakilan dari satuan pendidikan nonformal.
Pasal 6
(1)  Setiap peserta didik yang telah mengikuti UN akan mendapatkan SHUN.
(2)  SHUN sekurang-kurangnya berisi:
a.   biodata siswa,
b.   nilai hasil UN untuk setiap mata pelajaran yang diujikan, dan
c.   tingkat pencapaian kompetensi lulusan untuk setiap mata pelajaran yang diujikan.
(3)  Nilai hasil UN dilaporkan dalam rentang nilai 0 (nol) sampai dengan 100 (seratus).
(4)  Tingkat pencapaian kompetensi lulusan seperti yang dimaksud pada ayat (1) disusun dalam kategori sebagai berikut.
a.   sangat baik, jika nilai lebih dari 85 (delapan puluh lima) dan kurang dari atau sama dengan 100 (seratus);
b.   baik, jika nilai lebih dari 70 (tujuh puluh) dan kurang dari atau sama dengan 85 (delapan puluh lima);
c.   cukup, jika nilai lebih dari 55 (lima puluh lima) dan kurang dari atau sama dengan 70 (tujuh puluh); dan
d.   kurang, jika nilai kurang dari atau sama dengan 55 (lima puluh lima).

Lihat Daftar Perguruan Tinggi Negeri di 34 Provinsi Se-Indonesia Yang Ditetapkan Sebagai Koordinator Pemindaian Lembar Jawaban UN Tahun 2015 pada links artikel berikut.

Silahkan download selengkapnya Permendikbud Nomor Permendikbud No. 5 Tahun 2015 tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik UN pada links sumber artikel berikut dengan klik di sini. Semoga bermanfaat dan terimakasih.

Kamis, 04 Juni 2015

Pentingkah Masa Orientasi (Ospek) Bagi Pembentukan Karakter?

Sebelum kita bahas bersama, mari satukan ide kita bersama. Apa itu? Ide kenapa kita hidup di dunia ini adalah untuk kebaikan dan cinta. Lakukan yang baik demi orang yang kita cintai, kita paham bumi sedang mengalami kerusakan. Jika kita tanamkan ide inidi kepala kita, maka kita akan melakukan yang terbaik bagi orang yang kita cintai, anak kita.
Kita ingin dia hidup di tempat yang nyaman dan sehat, bukan dikandang (seperti yang diberitakan media massa dan TV, 2 orang anak ditaruh dengan sengaja oleh orang tuanya di kandang). Jika kita penghuni bumi yang waras maka kita tidak akan melakukan itu, justru memikirkan yang baik buat generasi mendatang, apakah anda setuju dengan ide ini? Umumnya setuju, hanya saja pelaksanaannya terkadang kurang dieksekusi dengan baik.
Ospek (Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus), lagi menjadi perbincangan. Seru dan heboh, setiap tahun belakangan ini memakan korban. Kesannya di Indonesia Ospek kurang baik. Cenderung salah tempat, kenapa ditempat yang berpendidikan diawali dengan sesuatu yang tidak berpendidikan bahkan tidak ada kaitannya. Apa ide baik dari ospek? Katanya pembentukan karakter (dari beberapa sumber yang kami baca), pembentukan karakter dibentuk dari kegiatan fisik yang berat dan melelahkan bahkan tidak diberi minum pada saat sangat membutuhkan, dibentak dan “siksaan ragawi”. Apakah hal ini dapat menimbulkan sakit hati dan ingin balas dendam atau malah merusak harga diri? Bahkan trauma sekolah?
Pembentukan Karakter yang terbentuk adalah karakter Dendam, Marah, Karakter Rendah Diri (harga diri rendah), Karakter Mudah Cemas dan Pesimis (penakut). Jika ada yang terbentuk keberaniannya hanyalah 10% dari populasi, itu pun paling banyak dan beraninya didasari sakit hati atau hal yang tidak sehat, bukan berani yang kesatria, bukankah banyak yang lebih berani mati daripada berani jujur? Banyangkan jika anda ditaruh dikandang singa, apa perasaan anda? Takut. Tetapi tidak semua orang takut, ada beberapa kaum minoritas yang mungkin hanya sedikit orang yang  bisa lepas dari ketakutan dan mengambil langkah cerdas mengatasi ketakutannya dan melangkah keluar dengan gesit dan berani. Bisa jadi orang ini jika ditelusuri dia banyak melewati rintangan hutan jika sekolah waktu smp, tetapi tidak semua anak mengalami hal yang sama bukan?

Ospek (Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus) dari namanya saja dan kepanjangannya seharusnya tidak berubungan dan berujung pada sengsara. Ospek sebenarnya adalah sebuah masa orientasi, masa pengenalan. Pengenalan seseorang di lingkungan yang relatif baru. Seseorang yang masih bingung kanan dan kiri. Seseorang yang butuh orang lain yang telah lebih dulu paham dan mengerti dunia baru yang akan diamasuki itu seperti apa. Dengan konsep “fun and learning”, bukan tugas dengan membawa telur dengan kuning yang terbelah, atau ikan goreng berkepala kucing, atau roti berbahan tepung serta semen, membawa pakaian ala hula-hula, yang laki-laki jadi perempuan dan sebaliknya. Lalu ada yang komentar “ini kreativitas”, kreativitas dalam dunia pendidikan selalu membawa dampak perbaikan hidup, bukan pembodohan hidup.
Kita semua ingin sukses bukan? Apakah ada yang bercita-cita gagal dalam kehidupan ini? Kita sekolah, inginnya sukses dan berhasil di sekolah serta di kehidupan setelah sekolah. Kami akan bagikan sedikit penelitian dari Thomas J. Stanley. Sukses secara umum ukurannya hanya 3. Apa itu? Populer (terkenal), Produktif (menghasilkan dan menciptakan sesuatu) dan Materi (kekayaan). Penuhi salah satu maka anda bisa disebut sukses.
Pada tahun 1999, Thomas J. Stanley melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan materi (uang), hanya orang yang punya kekayaan $1 juta dollar (sekitar 12 miliar rupiah) yang dapat diteliti dan mengikuti penelitian yang diadakan oleh beliau. Penelitian ini diikuti sekitar 800 orang lebih, dan ditemukan faktor pembentuk sukses orang yang meiliki uang sebanyak $1 juta dollar. Ada 30 aspek, tetapi kita akan belajar dari 5 hal saja, kelima hal tersebut adalah:
  1. Bersikap jujur kepada semua orang
  2. Mempunyai disiplin yang baik
  3. Pintar bergaul
  4. Mempunyai pasangan hidup yang mendukung (dijelaskan lengkap di ebook “Etika Berjatuh Cinta”)
  5. Bekerja lebih keras daripada orang lain

Ini adalah penjelasan yang mudah, jika anda mau generasi tercinta dibawah kita sukses maka tanamkan kelima hal tersebut. Tidak usah melenceng jauh, bukankah setiap sukses meninggalkan jejak. Tidak perlu mengatasnamakan atau demi “kreativitas” yang ujung-ujungnya hanya pelecehan semata dan merusak harga diri peserta didik. Jika ingin membuat permainan, buatlah permainan yang sehat dan didasarkan pada fondasi suskses yang telah teruji.
Kelak setelah menyelesaikan kehidupan pendidikan mereka di bangku sekolah dan kuliah, mereka akan hidup di satu masa yang berbeda sama sekali dengan dunia mereka sebelumnya, dan mereka umumnya masih harus belajar dan beradaptasi dengan waktu yang cukup panjang, pikirkan itu. Persiapkan mereka setelah mereka selesai di kehidupan pendidikan mereka akan masuk di dunia yang mungkin tidak ada pengenalan seperti di sekolah yang ada masa orientasinya. Adalah baik jika pendidikan menyiapkan itu secara serius dan nyata, walau kita tahu slogan-slogan pendidikan adalah mempersiapkan generasi yang siap di jamannya. Kenyataanya di pertengahan Desember 2013 kami mendapat berita di headline salah satu surat kabar terkenal, bahwa terdapat pengangguran lebih dari 10.000 (yang terdidik) di satu propinsi dimana di propinsi tersebut ada lebih dari 1200 perusahaan. Alasannya adalah karena potensi dan kulaitasnya tidak siap, mengenaskan bukan?
Ada baiknya kita berkaca dari fakta nyata ini, gunakan masa orientasi dan ospek dengan benar, membangun sesuatu yang bermanfaat kelak. Tunjukan bagaimana belajar tentang jujur, disiplin, bersosialisasi dan komitmen terhadap tugas dalam sikap nyata mereka, bukan hanya teori. Mereka perlu merasakan dan melakukan itu. Nah dalam porsi ini gunakan kreativitaskita sebagai pendidik untuk memunculkan perilaku tersebut, inilah kreativitas yang membangun dan memperdayakan peserta didik.
Seandainya rumusan sederhana ini diterapkan di setiap institusi pendidikan di Indonesia, maka generasi kelak yang akan menduduki Indonesia adalah generasi yang berkelimpahan dan generasi yang masyur di mata dunia. Apakah anda memiliki ide yang baik buat mereka yang tercinta? Mulailah dari sekitar, perlakukan setiap orang dengan baik dan itu akan baik bagi generasi mendatang.

Cermin Karakter

Mirror mirror on the wall..
Masih ingat dengan cerita dongeng yang mengatakan kalimat tersebut? Yah, film itu sudah tertanam di benak kita tentang bagaimana cerita Putri Salju dan ketujuh kurcacinya. Awal yang bagus untuk anda memahami isi dari artikel ini dengan mudah.
Akhir bulan Desember 2013, saya kedatangan seorang pasangan suami istri dari luar negeri, mereka sedang berlibur dan akhirnya mereka berkunjung kepada saya. Mereka asli Indonesia hanya menggantungkan hidupnya beberapa tahun ini di luar negeri. Mereka pasangan yang sangat pintar, lulus sarjana dan tinggal diluar negeri. Dan mereka memiliki masalah.
Masalahnya mereka hanya bekerja sebagai pramusaji di sebuah restoran di luar negeri, dan sudah bertahun-tahun tidak ada perubahan. Jadi mereka memutuskan berkunjung ke saya dan berbicara tentang apa yang mereka alami. Singkat cerita saya meminta sang suami menuruti kata-kata saya untuk 5 menit saja. “Bisa anda ke kamar kecil dan lihat disana ada cermin, lalu, bayangkan diri anda adalah seorang direktur, dan anda lihat orang yang ada didalam cermin itu, apakah anda mau menerima dia menjadi pegawai anda? Dan apakah dia pantas mendapatkan bayaran yang cukup fantastis diperusahaan anda?”. Dia menurut dan kembali lagi pada saya serta memberikan jawaban, “tidak saya terima”, istrinya tertawa terbahak-bahak “dia pecat dan tidak menerima dirinya sendiri”.
Saya tidak bermaksud menyudutkan sang suami atau merendahkannya, pertanyaan berikutnya saya lancarkan lagi “apa yang harus dilakukan orang yang ada didalam cermin tersebut agar dia bisa diterima perusahaan anda?”, munculah beragam jawaban positif yang intinya adalah meningkatkan kualitas hidupnya. Dia mulai bisa memperbaiki gambar dirinya yang rusak. Pertanyaannya, mengapa bisa rusak dan siapa yang merusak?

Cermin Karakter, judul diatas saya angkat karena saya ingin berbagi satu hal penting untuk kita semua di Indonesia. Seperti apa sih kita memandang diri kita sendiri saat ini? Apa sih kita ini? Pertanyaan yang cukup mengusik kita bukan?
Pembaca sekalian, dasar menentukan ketinggian. Saya ulangi “dasar menetukan ketinggian” dasar apa yang ada di hidup anda, menentukan ketinggian hidup anda. Segala sesuatu yang tinggi, secara alami memiliki dasar yang berbeda dengan yang pendek. Umumnya yang tinggi dasarnya lebih kuat.
Bangunan 8 lantai, akan berbeda dengan bangunan 2 lantai dalam ukuran dasarnya. Kecepatan komputer anda bergantung dengan dasar (prosesor dan memory) yang ada di dalam komputer anda, dan komputer anda bisa merespon game dan program yang berbeda. Versi lama untuk dasar yang rendah dan versi baru butuh dasar yang jauh lebih kuat.

Dari cerita di atas sang suami tidak memiliki gambar diri yang baik, dan walau dia memiliki gelar yang baik, tetapi dia tidak punya dasar yang baik. Tantangan hidup di dunia ini bukan sekedar embel-embel gelar anda, tetapi ada sesuatu yang tidak kelihatan tetapi menentukan, apa itu? Karakter!
Untuk segala sesuatu yang ingin anda kuasai dengan baik, anda perlu BELAJAR, itulah hukumnya dan tidak bisa ditawar. Karakter akan mendidik hidup kita untuk terus berkembang dan meninggi. Ingat, ada beberapa dari kita yang percaya dengan istilah ini “nanti dia akan tahu sendiri” atau “nanti kalau sudah tua baru dia akan mengerti”, benarkah demikian? Tidak benar. Ingat diawal paragraph di tulis “Untuk segala sesuatu yang ingin anda kuasai dengan baik, anda perlu BELAJAR”.
Jika saya tidak bisa berenang, dan tanpa saya mau belajar berenang apakah saya akan tahu sendiri dan mengerti caranya berenang? Jika saya tidak bisa bermain piano apakah mendadak begitu umur saya tua saya bisa main piano? Begitu juga bahasa ingris dan bahasa mandarin? Semoga anda yang cerdas setuju dengan ungkapan ini. Apalagi belajar tentang disiplin, belajar tentang jujur, belajar menghargai dan belajar sopan santun. Apa semua itu tiba-tiba ada di dalam diri kita jika kita tua, jika kita tidak pernah mau belajar dan melakukannya serta membiasakannya? Ada baiknya anda baca ulang dua paragraf ini sekali lagi atau dua kali lagi dan renungkan.
Mendidik karakter anak dan remaja perlu diupayakan dan diinformasikan kepada anak anda atau orang dewasa yang perlu perubahan dalam hidupnya. Bukan sekedar nanti saat tua dia akan tahu sendiri, dan terlambat lalu menyesal “kenapa saya tahunya sekarang ya, kok tidak dari dulu”. Penyesalan memang selalu di akhir, karena kalau diawal namanya pendaftaran.

E-book 7 Hari Membentuk Karakter Anak merupakan panduan bagi anda orang tua yang ingin menanamkan sesuatu dasar yang bermanfaat bagi anak anda kelak, sehingga kelak anak anda tidak perlu terjebak dan mencari-cari apa yang perlu dilakukan pada saat dia dewasa nanti, seperti rekan yang saya ceritakan diatas. Ingat dasar menentukan ketinggian.
Cermin Karakter, bisa anda gunakan secara mandiri untuk mengevaluasi diri anda apakah anda melihat seseorang yang sudah maksimal dikehidupannya, seseorang yang sudah maksimal menjadi orangtua, sebagai suami atau istri yang baik, sebagai teman yang baik. Anda bisa bertanya apalagi yang diperlukan agar pribadi didepan saya ini bisa maksimal didalam kehidupannya? Dan anda akan temukan jawabannya.
Memberikan evaluasi diri dan memberikan waktu kepada diri sendiri adalah dasar untuk membangun kehidupan yang lebih baik bagi diri kita. Saya sengaja membahas bagian ini untuk kita orang dewasa dahulu, sekarang apa manfaat informasi ini bagi anak-anak?
Saat anda menjadikan diri anda jauh semakin maksimal didalam kehidupan anda, maka anda bisa menjadi teladan yang baik bagi mereka. Anda bisa tularkan ini kepada mereka, anda bisa jauh lebih mudah membimbing mereka dan menular tehnik ini kepada mereka dan mereka dengan mudah tahu apa yang harus diperbaiki tanpa merasa kebingungan dengan sikap marah-marah yang sering kita lancarkan tanpa memberi tahu mereka harus berbuat apa.
Saat anda memiliki karakter yang terus mau dikembangkan, maka anda tidak perlu terkejut saat tiba-tiba anda memiliki reputasi yang baik dan kokoh. Karena dasar yang bagus, dari sana bisa dibuat apa saja yang bisa menjulang tinggi dan kokoh. Semoga satu tehnik ini bisa membantu kita semua dan membantu anak-anak yang kita cintai.

Menanamkan Pendidikan Karakter Bangsa Adalah Suatu Prioritas


Mendidik karakter adalah bahasan unik, mengapa unik? Karena bahasan ini bisa “lari” kemana-mana bila kita membahas tentang manusia. Dan masalah tentang manusia adalah pekerjaan yang tidak ada habisnya, dari manusia lahir hingga meninggal banyak kejadian ajaib serta memalukan terjadi dalam kehidupannya.
Manusia adalah faktor penting dalam menciptakan kehidupan yang baik. Kehidupan yang baik dan sejahtera itu dapat dibentuk dan diciptakan. Pertanyaannya bagaimana membentuknya?

Bentuklah dari kebiasaan. Sebagai contoh, di Hong Kong kepadatan lalu lintas tidak seruwet di Jakarta, bahkan cenderung sepi dan lenggang. Dengan penduduk sekitar 8,8 juta lalu lintas kendaraan di Hong Kong termasuk lenggang, bahkan hari-hari sibuk juga lenggang. Apa orang hongkong tidak memiliki kendaraan? Tidak, ternyata di Hong Kong ada 2 kehidupan, kehidupan di dunia atas dan dunia bawah. Dunia atas adalah dunia yang saya maksudkan lenggang, tetapi dunia bawah adalah jalur subway atau kereta bawah tanah.
Jelas lebih padat aktifitas transportasi di dunia bawah. Hampir semua penduduk Hong Kong menggunakan fasilitas ini. Walaupun padat, tetapi meraka sangat teratur. Keluar melalui pintu samping kanan dan penumpang masuk melalui pintu samping kiri, rapi dan teratur. Bagaimana ini bisa terjadi?
Ternyata ini adalah proses dari pembiasaan, hal ini sudah di biasakan sejak anak di sekolah dasar, sekolah mengajarkan keteraturan-keteraturan ini sejak usia dini. Mereka dibiasakan untuk melakukan ini, sehingga kelak mereka terbiasa. Para pembaca sekalian, anda tahu berapa waktu yang di butuhkan untuk membentuk karakter seperti ini? Apakah 6 bulan? 1 tahun? Ini butuh proses yang cukup lama dan perlu dibudayakan.
Indonesia memiliki nenek moyang yang ramah tamah dan sangat santun dalam berelasi dengan sesama dan kehidupan kesehariannya. Tetapi mengapa hingga ke belakang (saat ini), nilai itu pudar semua? Australia, suku asli Aborigin, mereka jauh tidak beradap dan jauh lebih brutal dari nenek moyang kita, tetapi kini mereka masuk dalam kategori negara yang sangat teratur dan tingkat kehidupan yang cenderung makmur. Ungkap seorang kawan yang bercerita kepada saya. Teringat juga saya ketika rekan saya lebih tepatnya dosen pembimbing skripsi saya saat pulang dari Australia dan kita bertemu di tahun 2012. Dia bercerita, saat terjadi banjir yang melumpuhkan Brisbane, dosen saya termasuk orang yang beruntung karena dia tinggal di flat yang agak tinggi dan tidak perlu mengungsi. “Orang disana tidak egois, rumah yang masih ada penghuninya saling di datangi, entah mereka kenal apa tidak. Mereka ketok setiap pintu mereka tawarkan bahan makan dan selimut, bertanya apa yang kita butuhkan, mereka saling berbagi dengan mudahnya dan ikhlas”, “apakah itu petugas khusus penanganan bencana yang datang kerumah anda?” tanya saya, “bukan, itu adalah tetangga–tetangga saya yang senasib dengan saya, dan mereka tidak tinggal di pengungsian” merinding saya dengar cerita tersebut. Bagaimana mereka dapat hidup berdampingan seperti itu dan memperlakukan orang lain yang bukan asli Australia seperti itu, tanpa pamrih.
Seandainya kita bisa berlaku seperti negara tetangga kita, indahnya hidup dan kebersamaan ini. Hingga akhirnya saya diberi tahu suatu fakta yang membuat otak saya “kram” sesaat. Ternyata untuk mendidik dan menanamkan sikap seperti di negara tetangga kita itu butuh waktu minimal 16 tahun, secara kontinyu dan konsisten. Dan untuk mendidik anak baca dan tulis serta berhitung tidak lebih dari 6 bulan. Orangtua di Australia, tidak pusing jika anaknya belum bisa baca tulis, karena itu akan dikuasai dalam 6 bulan ke depan, tetapi sikap disiplin dan pembentukan karakter diterapkan sedini mungkin, mereka tahu itu lebih penting dari sekedar baca tulis di usia 3-5 tahun.
Semoga hal ini bermanfaat, dapat membawa pencerahan dan kebaikan bagi negara kita, dan tetap semangat dan majulah pendidikan karakter di Indonesia.

Rabu, 03 Juni 2015

Konsep Desa Tangguh Bencana

Masyarakat yang tangguh bencana ialah masyarakat yang mampu mengantisipasi dan meminimalisir kekuatan yang merusak, melalui adaptasi. Mereka juga mampu mengelola dan menjaga struktur dan fungsi dasar tertentu ketika terjadi bencana. Dan jika terkena dampak bencana, mereka akan dengan cepat bisa membangun kehidupannya menjadi normal kembali atau paling tidak dapat dengan cepat memulihkan diri secara mandiri.
Desa Tangguh merupakan program Nasional/dari BNPB (Perka BNPB 01/2012) dalam rangka mewujudkan Indonesia Tangguh. Program ini merupakan wujud tanggungjawab pemerintah terhadap masyarakatnya dalam hal PB. Karena masyarakat yang merupakan penerima dampak langsung dari bencana, dan sekaligus sebagai pelaku pertama dan langsung yang akan merespon bencana disekitarnya. Maka masyarakat perlu dibekali dalam konteks pemberdayaan agar menjadi Tangguh, bukan hanya siap menghadapi bencana tapi menjadi TANGGUH.
Source: BNPB Presentation
Masyarakat Dikatakan Tangguh
Bagaimana Masyarakat Dikatakan Tangguh Dalam Menghadapi Bencana
    • Memiliki dana siaga bencana Rp. 200 juta ?
    • Memiliki relawan 200 orang ?
    • Memiliki peralatan yang canggih ?
Mereka mungkin lebih siap menghadapi bencana, tetapi belum tentu Tangguh.
Masyarakat Tangguh Bencana
  • Mampu mengantisipasi dan meminimalisasi kekuatan yang merusak (ancaman bencana), dengan cara melakukan adaptasi
  • Mampu mengelola dan menjaga stuktur dan fungsi dasar tertentu ketika terjadi bencana
  • Kalau terkena dampak bencana, mereka akan dengan cepat bisa membangun kehidupannya menjadi normal kembali. (John Twigg, 2009).
Strategi Desa Tangguh Bencana

 strategi
Indikator Program :
  1. Peta ancaman bencana.
  2. Peta dan analisis kerentananmasyarakat terhadap dampak bencana.
  3. Peta dan analisis kapasitas dan potensi sumber daya.
  4. Draf Rencana Penanggulangan Bencana.
  5. Draf Rencana Aksi Komunitas.
  6. Relawan Penanggulangan Bencana (termasuk forum PRB).
  7. Sistem Peringatan Dini berbasis masyarakat.
  8. Rencana kontijensi (termasuk evakuasi).
  9. Pola Ketahanan Ekonomi.
Pelaksanaan Program Desa Tangguh
  • Persiapan.
  • Pemilihan Desa/Kelurahan lokasi program.
  • Sosialisasi dan pembekalan.
  • Pelaksanaan kegiatan di desa/kelurahan.
  • Pemantauan dan evaluasi.
  • Pelaporan
Pengembangan Desa Tangguh Bencana
pengembangan Desa Tangguh
Komponen Sistem Penanggulangan Bencana di Desa/Kelurahan
  • Legislasi: peraturan di Desa/Kelurahan tentang penanggulangan bencana.
  • Perencanaan: Rencana Aksi Komunitas, Rencana Kontinjensi dll.
  • Kelembagaan: tim/kelompok penanggulangan bencana
  • Pendanaan: APBD, APBDes/ADD, dana mandiri masyarakat, sektor swasta dll.
  • Pengembangan Kapasitas: pelatihan, pendidikan, penyebaran informasi, simulasi dll. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana: pra, saat, dan paska bencana.
Sistem Nasional Penanggulangan Bencana

sistem nasional pb
TINGKATAN KETANGGUHAN DESA/KELURAHAN:
Tingkatan Desa Tangguh
Masyarakat Tangguh
Sistem Nasional Penanggulangan Bencana
Komponen Sistem Penanggulangan Bencana di Desa/Kelurahan
Strategi Desa Tangguh
Indikator Program Desa Tangguh
Tingkatan
Pelaksanaan Program Desa Tangguh
5 Pertemuan untuk 9 Indikator
Pengembangan Desa Tangguh